Wednesday 12 November 2014

Tentang Kau. Tentang Aku. Lalu Kita.

Hai, nona.

Apapun warna langitmu hari ini, aku berharap ia cukup bersahabat. Cukup baik untuk memberimu ruang bergerak bebas, sebagaimana yang kau suka. Tanpa ada yang mencoreng lengkung indah senyum mu.
Sementara langitku di sini sedang redup.

Lalu aku berjalan sedikit ke belakang, aku menemukan potretmu dan semesta yang sedang kau cipta, semesta yang tidak begitu asing bagiku. kugantung potretmu di langitku, ‘hampiri dia’ bisiknya.  Namun jalan menujumu adalah tembok terjal. Sementara aku tidak mampu mendaki nya. Kubiarkan waktu mengikis dinding-dinding tembok terjal itu.

Dan aku menemukanmu di baliknya. Langitku bergetar. Kepalaku dihujani ribuan semoga. Aku mencoba berteduh di semesta yang kau ciptakan. Kau memberiku secangkir obrolan hangat. Dan teduhlah hatiku. Lalu aku mencoba berjalan-jalan di semestamu. Kau dengan senang hati menuntun langkah ku di dunia mu.
Lalu aku ajak kau mampir di semestaku. Kujamu kau dengan sepiring isi kepalaku yang kemudian kau balas dengan tawa dari bibirmu. Aku senang melihatmu tertawa bahagia.

Namun kemudian dadaku sesak. Penuh bunga yang bermekaran, lengkap dengan kupu-kupu yang berterbangan dengan indah nya.

Sejak saat itu aku tau, aku ingin menyatukan langitku dengan langitmu. Langitmu yang tidak begitu asing bagiku, dengan selusin lebih hal yang juga kau temukan di langitku.

Seketika aku berharap Tuhan punya rencana yang sama denganku. Membiarkanku meneduhi harimu. Tidak membiarkan aku mati dalam bait-bait malam.

Orang-orang menyebutnya cinta.

Aku jatuh cinta dengan segala bait yang kita bagi. Aku jatuh cinta dengan langkah yang kita tuju bersama. Aku jatuh cinta di antara helai rambutmu yang tersandar di bahuku. Aku jatuh cinta di antara jemari kita yang saling beradu.

Dan, kau adalah jawaban dari langitku yang redup. Untuk membagi hidup.