Thursday 12 December 2013

Pahit

Kerongkonganku masih pahit sisa kopi semalam, detak nya masih belum kembali normal, dan sekarang kau menambahkan lagi segelas pahit nya. Kerongkonganku semakin pekat. Ditambah lagi berbatang cerutu yang kau nyalakan. Dan kau menghilang dibalik kebulan asapnya.

Padahal kau masih meyisakan sepiring kerinduan di meja. Labirin dengan tembok terjal yang menjulang tinggi pada jalan keluarnya yang harus kutempuh untuk menujumu. Lalu aku delusional. Kau kembali dengan membawa tikar piknik dan kotak bekal, untuk kita bertamasya. Yang kelak padahal hanya menambah pahit kerongkonganku yang semakin pekat.

Lalu aku memilih untuk menghilangkanmu di antara bait-bait harian pagi yang tak pernah baik. Karena kau memang pahit. Juga rumit. Kerap berkelit. Tapi apa daya, aku suka pahit.

Wednesday 11 December 2013

Romansa Warung Kopi

Jalanan basah kuyup dijatuhi hujan. Namun di sini tetap hangat. Di antara kepulan asap rokok, wacana membanjiri meja kita. Di antara pelayan yang berlalu lalang, kepala kita saling antusias untuk disesaki hal-hal menarik. Musik dari speaker terdengar sayup-sayup, tertutup oleh riuh nya wacana.

Lalu kita menyeduh cangkir masing-masing. Tanpa mempedulikan waktu. Membiarkan diri kita hanyut oleh wacana-wacana yang mengalir dengan deras. Sesekali tertawa. Sesekali dahi kita berkerut. Sesekali mencibir. Sesekali diam sambil melihat ke jalan.

Saling melempar sebuah senyum. Lalu kita pulang. Ditemani pekat kopi dan degup kafein, juga menghirup wangi sehabis hujan. Sebuah romansa sederhana dari warung kopi.