Friday 19 July 2013

Sebuah Lullaby

Kemarilah, nona. Aku punya sedikit cerita. Kau boleh bersandar di bahuku. Dan biarkan jemariku membelah lembut rambutmu.
Cukup dengarkan saja.

Begini ceritanya..
"Pada suatu pagi yang biasa-biasa saja, seorang Pria melakukan aktivitasnya, yang biasa-biasa saja. Ia bekerja sedari matahari terbit, hingga langit senja ranum. Namun sore itu ada yang tidak biasa. Ia tidak frustasi oleh pekerjaannya. Satu, Ia menyelesaikan pekerjaannya 1 jam lebih awal. Dua, rintik hujan jatuh membasahi jalanan, menempel pada kaca di sebelah kubikelnya, di lantai 15.

Ia tersadar. Ada sesuatu yang tidak biasanya hinggap di kepalanya. Ia merasakan sebuah rindu. Agustus 20, itu tanggal hari ini. Entahlah, Ia mengaitkannya dengan puisi Sapardi, Hujan di Bulan Juni. Mungkin memang rindu-rindu yang ia rasakan telah dirahasiakan oleh hujan di bulan Juni pada pohon berbunga itu. Mungkin jejak-jejak keraguannya memang sudah dihapus oleh hujan di bulan Juni. Sudah 2 bulan. Ia tak pernah merasakan hal yang lebih melankolis daripada yang dirasakannya sekarang.

Kemudian lelaki itu bergegas turun, Ia duduk di halte setelah membelah guyuran hujan. Tidak lama, bus yang ditunggunya tiba. Ia duduk tepat di samping jendela. Membiarkan kenangan-kenangan yang pernah terekam di kepalanya direfleksikan kembali oleh kaca jendela."

Kau tau kemana lelaki itu? Sst. Ya, Ia sedang memeluk penuh kasih sayang seorang wanita cantik, yang kini telah membisu, tertidur dengan pulas. Mempersembahkan sebuah cerita yang tidak ada apa-apanya sebagai persembahan ulang tahun terakhir. Ulang tahun terakhir seorang wanita yang umurnya tidak dirahasiakan Tuhan kepada seorang dokter.
Selamat ulang tahun, sayang. Tuhan pasti punya kado yang jauh lebih spesial dariku di sana.

Wednesday 17 July 2013

Baur, Daur.

Hidup sedang nikmat-nikmatnya, meminta untuk benar-benar dinikmati. Jarum grafik sudah siap untuk naik turun, memberi sedikit turbulensi. Bersiap untuk masuk ke zona baru. Menggambar ulang zona aman di tempat baru. Bersiap menghadapi kehilangan-kehilangan sementara. Bertemu orang-orang baru. Berbaur lagi. Mendaur hidup lagi. Meski kelak akan dihadapkan pada kehilangan-kehilangan lainnya.

*sebuah kontemplasi setelah menikmati Daur Baur milik pemusik yang menamai diri mereka Pandai Besi*