Kerongkonganku masih pahit sisa kopi semalam, detak nya masih belum kembali normal, dan sekarang kau menambahkan lagi segelas pahit nya. Kerongkonganku semakin pekat. Ditambah lagi berbatang cerutu yang kau nyalakan. Dan kau menghilang dibalik kebulan asapnya.
Padahal kau masih meyisakan sepiring kerinduan di meja. Labirin dengan tembok terjal yang menjulang tinggi pada jalan keluarnya yang harus kutempuh untuk menujumu. Lalu aku delusional. Kau kembali dengan membawa tikar piknik dan kotak bekal, untuk kita bertamasya. Yang kelak padahal hanya menambah pahit kerongkonganku yang semakin pekat.
Lalu aku memilih untuk menghilangkanmu di antara bait-bait harian pagi yang tak pernah baik. Karena kau memang pahit. Juga rumit. Kerap berkelit. Tapi apa daya, aku suka pahit.
No comments:
Post a Comment